
Menghadapi PHK Besar-Besaran: Tantangan dan Solusi di Masa Sulit
Oleh: Fahmi Mudzakir
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara besar-besaran menjadi realita pahit yang semakin sering terjadi dalam dunia kerja saat ini.
Fenomena ini dipicu oleh banyak faktor, mulai dari perlambatan ekonomi global, otomatisasi industri, digitalisasi, hingga perubahan pola konsumsi masyarakat pasca pandemi (World Bank, 2023). PHK massal berdampak besar, bukan hanya bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga bagi stabilitas ekonomi rumah tangga dan komunitas lokal.
Masalah utama yang muncul akibat PHK adalah ketidakpastian ekonomi.
Banyak pekerja yang menjadi korban PHK kehilangan sumber pendapatan utama yang selama ini menopang kebutuhan hidup keluarga. Ketika kehilangan pekerjaan terjadi secara mendadak, mereka tidak hanya menghadapi tekanan finansial, tetapi juga tekanan psikologis yang cukup berat (ILO, 2022). Menurut survei oleh Lembaga Demografi UI, sekitar 60% korban PHK mengalami gangguan kecemasan dan depresi ringan sampai sedang pasca kehilangan pekerjaan.
Selain itu, pasar tenaga kerja kini semakin kompetitif. Perusahaan lebih selektif dalam merekrut, dan preferensi mereka cenderung condong ke pekerja muda atau mereka yang memiliki keahlian digital (McKinsey & Company, 2021).
Hal ini membuat para korban PHK yang berusia di atas 40 tahun atau yang memiliki keahlian terbatas menghadapi tantangan lebih besar dalam mendapatkan pekerjaan baru.
Namun, di balik krisis selalu ada peluang. Langkah pertama yang penting dilakukan adalah menerima kenyataan dan menjaga kesehatan mental.
Pemahaman bahwa PHK adalah bagian dari dinamika bisnis dan bukan kegagalan personal dapat membantu mengurangi tekanan emosional (American Psychological Association, 2020). Dukungan sosial dari keluarga, komunitas, atau profesional kesehatan mental sangat berperan dalam menjaga keseimbangan psikologis di masa transisi ini.
Langkah kedua adalah meningkatkan keterampilan.
Banyak platform daring seperti Coursera, Ruangguru, dan Kampus Merdeka kini menyediakan pelatihan gratis untuk meningkatkan kompetensi, baik dalam bidang teknologi, bisnis, maupun keterampilan praktis lainnya (Kementerian Ketenagakerjaan RI, 2023).
Langkah ketiga adalah memperluas jaringan profesional.
Menurut LinkedIn (2022), sekitar 70% peluang kerja didapat melalui koneksi atau rekomendasi pribadi. Karena itu, membangun dan menjaga relasi kerja melalui media sosial profesional sangat penting.
Langkah keempat, korban PHK bisa mempertimbangkan untuk memulai usaha mikro atau menjadi freelancer.
Pemerintah Indonesia melalui Kemenkop UKM dan program Kartu Prakerja telah menyediakan berbagai bentuk bantuan dan pelatihan kewirausahaan untuk korban PHK agar mampu mandiri secara ekonomi (Kemenkop UKM, 2023).
Terakhir, dibutuhkan sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk menciptakan sistem pendukung
Seperti pelatihan ulang, bantuan keuangan, dan regulasi ketenagakerjaan yang berpihak kepada korban PHK. Dengan kerja sama semua pihak, dampak sosial PHK massal bisa diminimalkan.
Daftar Pustaka
American Psychological Association. (2020). Managing job loss: Mental health support after layoffs. APA Press.
International Labour Organization. (2022). World Employment and Social Outlook – Trends 2022. ILO Publishing.
Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. (2023). Pelatihan vokasi dan reskilling tenaga kerja. https://kemnaker.go.id
Kemenkop UKM. (2023). Program Pendampingan dan Akses Permodalan bagi UMKM. https://kemenkopukm.go.id
LinkedIn. (2022). LinkedIn Global Talent Trends Report. https://linkedin.com
McKinsey & Company. (2021). The future of work after COVID-19. https://mckinsey.com
World Bank. (2023). Indonesia Economic Prospects: Reviving the Labor Market Post Pandemic. https://worldbank.org
Lembaga Demografi Universitas Indonesia. (2022). Dampak Sosial Ekonomi PHK di Masa Pandemi COVID-19. LDUI Press.